“Hanya ada satu cara untuk membuat siapapun melakukan apa pun, cara itu adalah dengan membuat orang tersebut ingin melakukannya.” ~ Dale Breckenridge Carnegie
Pernyataan Dale Breckenridge Carnegie di atas tentu mempunyai alasan tersendiri. Carnegie merupakan penggagas asumsi pertanggungjawaban. Salah satu inti gagasannya adalah mungkin mengubah sifat orang lain dengan mengubah reaksi mereka. Dan kita sebagai orang tua atau guru pun bisa mengubah kebiasaan anak didik yang memiliki tingkat literasi rendah menjadi cinta membaca serta menulis dengan kegiatan karyawisata.
Survei PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan bahwa kemampuan literasi peserta didik kita masih rendah. Tahun 2012, Indonesia berada di peringkat 64 dari 65 negara. Selanjutnya di tahun 2015 menduduki peringkat 64 dari 70 negara, dan pada tahun 2018 di peringkat 74 dari 79 negara. Fakta tersebut juga didukung oleh hasil penelitian para ahli yang menyatakan bahwa kemampuan literasi peserta didik Indonesia masih rendah.
Pertanyaan yang mendasar yang perlu kita ajukan adalah bagaimana cara membuat peserta didik Indonesia memiliki kemampuan literasi yang baik? Bagaimana mengubah sifat, kebiasaan, dan reaksi yang tepat untuk meningkatkan kemampuan literasi anak didik kita?
Terdapat beberapa cara sederhana yang dapat kita gunakan untuk menumbuhkan literasi membaca. Pertama, sedini mungkin anak perlu dibiasakan berteman dengan buku. Bahkan sejak bayi bisa dibacakan cerita atau diberi hadiah buku. Hal ini dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan bernalar sejak kecil. Di zaman sekarang mungkin hal ini terdengar aneh, namun bukan merupakan hal yang mustahil jika orang tua, guru, dan pemerhati literasi mampu membuat anak berteman dengan buku dan mengubah reaksinya terhadap kemampuan literasi yang rendah.
Kedua, anak perlu dilatih dan dibiasakan membaca setiap hari. Sebab dengan membaca, wawasan dan pola pikir anak akan berkembang. Dalam hal ini anak membutuhkan model di rumah yaitu orang tua atau keluarga suka membaca.
Menurut Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, bahwa kemampuan menulis anak dapat lahir jika memiliki tingkat literasi membaca yang baik. Nah, untuk menumbuhkan literasi menulis, kita dapat mendorong anak untuk berlatih untuk mengamati, menulis, serta mencintainya.
Kemampuan menulis anak akan berkembang jika terlatih mengamati banyak hal di sekitarnya, menangkapkan momen kehidupan, menghayati, merenungkan dan menalar dalam alam pikirannya serta mampu menuangkan hasil olahan rasa dan pikirnya dalam bentuk tulisan.
Selanjutnya doronglah anak untuk menuliskan apa yang dibaca, diamati, dilihat atau yang dirasakannya. Seno Gumira Ajidarma menyatakan bahwa belajar menulis adalah belajar menangkap momen kehidupan dengan penghayatan paling total yang paling mungkin dilakukan oleh manusia.
Maka, mulailah membelajarkan anak untuk menuliskan hal-hal sederhana, sesuai apa yang ingin ditulisnya. Pikiran dan penalaran akan terus berkembang seiring perkembangan usia dan proses pembelajarannya. Dengan demikian menulis akan membudaya dalam kehidupan anak.
Seiring berjalannya waktu menulis bisa menjadi kebutuhan. Jika dirasakan sebagai kebutuhan maka akan melahirkan rasa cinta. Mencintai menulis akan membuat anak tidak akan meninggalkan dunia menulis dan akan terus berkelana dalam alam pikirannya hingga menuangkannya dalam bentuk tulisan. Cinta akan membuatnya melakukan kegiatan menulis secara terus menerus sepanjang hidup dan menularkannya kepada orang lain. Dengan demikian secara perlahan akan lahir generasi yang mencintai menulis.
Belajar Menulis dari Karyawisata
Belajar tidak selamanya harus di dalam kelas, karena terkadang suasana belajar di luar kelas yang menyenangkan dapat mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat dilakukan di luar kelas adalah karyawisata.
Menurut KBBI, “Karyawisata” adalah kunjungan ke suatu objek dalam rangka memperdalam dan memperluas pengetahuan. Biasanya karyawisata ini dilakukan dengan cara berkunjung ke suatu tempat.
Sebagai kepala sekolah, saya pernah mendampingi peserta didik dan guru mata pelajaran Bahasa Indonesia melakukan karyawisata ke media massa Harian Umum Victory News, NTT. Karyawisata tersebut bertujuan untuk memperkenalkan dunia jurnalistik kepada peserta didik. Terbukti bahwa kegiatan karyawisata tersebut dapat berdampak baik untuk pengembangan literasi sekolah.
Berdasarkan pengalaman di atas, terdapat cara sederhana untuk mengoptimalkan kegiatan karyawisata agar peserta didik dapat menulis:
Motivasi
Motivasi dari dalam diri menjadi faktor utama agar peserta didik mau belajar menulis. Namun demikian, guru juga harus mampu memberikan motivasi kepada peserta didik tersebut.
Misalnya, selesai melaksanakan kegiatan karyawisata, peserta didik diminta untuk membuat laporan secara tertulis. Kemudian guru memberikan motivasi kepada peserta didik bahwa penulisan laporan hasil karyawisata tersebut bukan semata untuk mendapatkan nilai.
Memberikan Tantangan
Menurut Deporter, peserta didik akan lebih banyak belajar jika materinya pelajaran memiliki unsur yang menantang. Nah, ketika peserta didik merasa tertantang dalam suatu pelajaran, maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang dapat mengganggu kegiatan belajar.
Dari kegiatan karyawisata, peserta didik bisa diberi tantangan bahwa karya tulisan mereka akan diseleksi. Tulisan terbaik akan dikirim dan dimuat dalam media cetak.
Kompetisi
Pemberian motivasi memang baik, namun akan lebih baik jika diikuti dengan penerapan kompetisi. Caranya, guru memberikan peluang kepada seluruh peserta didik untuk berkompetisi atau bersaing menulis dan menghasilkan karya tulis terbaik.
Kemudian tulisan terbaik akan dikirim ke redaksi media cetak. Tulisan peserta didik yang berhasil dimuat pada media cetak akan mendapatkan hadiah dari sekolah yang diserahkan di depan guru, orang tua, dan peserta didik lainnya sebagai bentuk penghargaan dan pengakuan atas karyanya.
Insentif
Setiap pencapaian patut mendapatkan pengakuan dan insentif. Meskipun sederhana, namun hal itu dapat memberikan motivasi siswa untuk melakukan hal yang lebih baik di masa yang akan datang.
Salah satu bentuk pengakuan yang dapat diberikan adalah dengan menuliskan surat atau catatan berisi rasa terima kasih, pujian, atau ucapan selamat atas capaiannya dengan menyertakan tanda tangan guru atau kepala sekolah. Dengan begitu, peserta didik akan merasa mendapatkan pengakuan dan merasanya karyanya dihargai.
Efek Kegiatan Literasi Menulis
Kesimpulannya, karyawisata dapat berdampak besar bagi pengembangan budaya menulis di sekolah. Hasil tulisan peserta didik yang bisa dimuat dalam media cetak serta menjadi cikal-bakal lahirnya penulis-penulis lain. Majalah dinding yang mati suri di sekolah bisa dihidupkan kembali. Bahkan terbit buku-buku karya peserta didik dan guru ber-ISBN.
Dan hal terbaik yang saya rasakan dari kegiatan peningkatan literasi tersebut adalah ketika kehormatan dan prestise sekolah meningkat. Dalam dua tahun terakhir tepatnya pada hari ulang tahun SMP Negeri 6 Nekamese, telah dilakukan peluncuran buku karya guru dan peserta didik. Istimewanya lagi, peluncuran buku pada tahun 2020 kemarin dihadiri oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur Bapak Viktor Bungtilu Laiskodat.
Karya tulis yang telah dibuat mendapat apresiasi dari semua kalangan setelah dilakukan penggalangan dana melalui penjualan buku. Kemudian dana yang diperoleh dari hasil penjualan buku tersebut digunakan untuk membangun pagar sekolah.
Ditulis Oleh: Yulianti Pulungtana, S.Pd, Kepala SMP Negeri 6 Nekamese, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Artikel ini pernah diterbitkan oleh NaikPangkat.com
0 Komentar